cerpen"AFIRMASI" by : indah purnamasari

AFIRMASI “ Deg, deg, deg…! ” Hening, hanya detak jantung yang menemani meski tak abadi, semua bergulat dengan perasaanya antara yakin atau tidak, antara siap atau memang terpaksa menyiapkan diri, namun aku rasa ini bukanlah keterpaksaan tapi justru ini semua pilihan yang tepat, tak ada satu kata yang mampu terucap, mungkin hanya ribuan do’a yang tetap bergeming dalam hati. Final Exam ini ketiga kalinya setelah aku gagal, memang puluhan bahkan ratusan pesaing-pesaing hebat yang harus aku takhlukan, tapi ada yang lebih kuat lagi, dan sampai saat ini aku belum yakin bisa mengalahkan nya, tapi afirmasi dan gema yang terangkai itu akan menguatkan ku, berusaha yakin. “Ninda, sampai kapan kamu mau mengurung diri di kamar? Mimpi mu itu terlalu konyol, jauh dari logika, huh.. seharusnya kamu menuruti saran papa sama mama ” kata-kata itu menikam ku dan entah berapa kalinya harus terdengar, selalu saja kalimat itu memecah ketenangan, membuat emosi ku mulai memuncak, “ Brakkk…” terlalu keras aku menutup daun pintu, ah rasanya terlalu sadis, dan aku cukup yakin, mama tahu persis kalau aku marah. “ gak ada yang mau ngertiin aku..! ” keluh ku lemah, pandangan ku mulai kosong, sedikit mengarah ke percikan air yang cukup menenangkan, aku sengaja mendatangi tempat ini, tempat yang begitu menghargai kedatangan ku, dan satu satunya tempat yang tak pernah protes akan kegagalan ku, lain dengan mereka yang selalu memojokkan ku, menolak semua mimpi-mimpi ku, bahkan mereka tidak pernah merelakan bahu nya di saat aku harus bersandar, yaa.. mereka terlalu menginginkan ku bahkan memaksa menjadi apa yang mereka mau, walaupun sebenarnya aku bisa, tapi itu bukan mimpi ku, bukan! “ Nda, kamu terima saja tawaran itu, ” papa membuka mulut setelah cukup lama kami beradu diam seraya menikmati sarapan pagi, aku masih membisu. “ iya nda kamu itu beruntung, banyak banget orang di luar sana yang harus ikut seleksi bahkan menyuap biar mereka di terima di perusahaan asing, sementara kamu udah kuliah gratis, gaji nya tinggi, dan kamu akan lebih di hormati, kurang apa lagi coba? ” mama terus mencoba menyakinkan ku, tapi sayang, kata-kata itu terlalu lemah untuk menggoyanhkan sebuah komitmen. Uhukk.. rasanya mau muntah, segelas air putih cukup membahasahi tenggorokan ku yang cukup kering mendengar rayuan mereka, sebelum akhirnya aku melesat meninggalkan rumah, “ Ninda, kamu mau kemana, gak sopan ya sama orang tua, eh dasar ” suara itu semakin samar, dan bukan hanya kali ini aku mengacuhkan papa dan mama, sikap dingin ku ini sekedar kamuflase, mencoba berlari, hanya karna mereka tidak mau memahami mimpi ku, aku memang egois, dan itu semua karena mereka yang tidak menghargai keputusan ku, hah, mereka mulai dipermainkan oleh keadaan, mereka tidak lagi menilai hidup ini dengan rupiah tapi dollar bahkan mereka sengaja ingin memperbudak ku hanya untuk mengikuti paham –isme yang negative, yaa..konsumerisme, materialism, hedonism, dan mungkin saja semua akan berubah menjadi sekulerisme bahkan atheis, aku tak bisa membanyangkan, jadi apa negeri ini ketika nasionalisme, patriotisme harus terkikis habis hanya karena uang, tak heran jika negeri ini terkenal dengan para koruptornya, aku paham itu. Bagaimana tidak? jika pepatah menyerukan “ Kejujuran Adalah Mata Uang yang Laku di Mana-mana ” hah, hanya orang-orang kolot yang masih mempertahankan pernyataan itu, orang-orang yang tak mampu bersaing ditengah kerasnya hidup, masih mencoba merangkak untuk kembali berdiri menegakkan kebenaran. Uang. Siapa yang tak menginginkannya? Bodoh. “ Sherly, kamu jadi ikut seleksi beasiswa ke London? ” Tanya ku antusias, “ Jadi dong nda.. gue udah tanda tangan kok, ”. “ Terus, kamu nerima tawaran beasiswa dari perusahaan itu, dan setelah itu akan kerja untuk nya? ” tanyaku penasaran, aku menatapnnya tak percaya, keputusan nya terlalu cepat, “ Ninda, ninda,. Kesempatan itu gak datang dua kali ya.. aku udah pikirin matang-matang, dan orang tua ku juga setuju ” jawabnya begitu yakin sambil menyerobot juice yang telah kami pesan tadi. “ dan kamu masih juga gak mau nerima tawaran itu nda ? padahal kamu bebas tes nda, tinggal approval, bisa kuliah dan akhirnya kamu bisa kerja ” ucapnya enteng setengah mengejek, sama dengan mereka-mereka yang menganggapku tidak waras hanya karena aku menolak tawaran itu. “ Sorry Sher, udah berapa kali aku bilang, aku gak mau diperkerjakan untuk mereka, aku mau mengabdi buat negeri ini, aku akan cari beasiswa yang nantinnya tidak mengharuskan ku tinggal di luar negeri, mereka itu cuma memanfaatkan keahlian kita, dan perlahan negeri ini akan kehilangan cendekiawan nya, kamu rela melihat negeri ini dijajah oleh rakyat nya sendiri ” aku mencoba mengungkapkan alasan ku dengan jelas, “ hahaha.. cah, mengabdi buat negeri ini? yakin? Gak salah? terserah loe deh.. yang jelas usaha dan pengorbanan mu disini gak akan dihargai, buktinya gak ada kan pemerintah yang nawarin kamu buat kuliah di jerman? dan secara tidak di minta perusahaan asing itu datang dan menawarkan beasiswa nya sekaligus prospect kedepannya, itu udah cukup nunjukin kalau mereka lebih menghargai kamu, dasar! ” sherly terus memojokkan ku, aku ingin menyanggah, namun kata-kata apa lagi yang mampu mengalahkan dollar, rasanya tidak mungkin jika aku terus menggembor-gemborkan nasionalisme dan patriotisme di era modern ini. Pahlawan saja yang telah mempertaruhkan keringat, darah hidup dan matinya hanya dipandang sebelah mata, mana ada manusia sekarang yang masih mau membayangkan masa-masa sulit mereka bahkan menghargai sedikit pengorbanan mereka? Lalu bagaimana dengan komitmen ku? Mengabdi untuk Negeri? “ Pa, Ma, ninda berangkat dulu ya..do’a in semoga ninda kembali dengan ilmu barakah untuk negeri ini ” dengan kerendahan hati aku mencium tangan mereka, papa dan mama kali ini mengalah dan lebih mengikuti keinginan ku, hanya senyum yang aku dapat, aku tahu mereka mendukung ku. Aku sengaja memilih jalan yang begitu terjal dengan mata terbuka, karena sudah cukup lama aku terpuruk, menutup mata dan telingga, bahkan aku membenci diri ku sendiri ditengah mereka juga membenci ku, dan mulai saat itu juga aku sadar, “ Loe terlalu bodoh ninda,” teriak ku marah, masih di tempat yang sama, air terjun dibalik bukit, mungkin hanya aku yang menemukan nya karena tempat itu benar-benar tersembunyi, dan baru kali ini aku mengeluarkan suara ditengah kegagalan ku yang ke dua, biasanya aku hanya diam, memandang air yang terus sama, berpikir dan meratap bahkan sempat terselip keinginan untuk hanyut bersamanya, fiuh,. “ Loe terlalu bodoh ninda, ” suara itu menyusul dan terdengar berulang-ulang dan semakin samar, aku terkejut suara siapa itu, aku tahu betul tempat ini masih tersembunyi, ahh segera ku hapus pikiran horror ku, mana mungkin di dunia yang menganut paham ¬–isme ini masih ada hantu, terlalu konyol, “ siapa kau? ” dan suara itu terdengar lagi, persis menirukan apa yang aku ucap, “ jangan ganggu gue, ” teriak ku kesal, tempat ini mulai tidak bersahabat lagi, lantas aku harus lari kemana? “ jangan ganggu gue..” suara itu terus menyusul setelah aku menutup mulut dan mencoba berfikir. “ Gue gak takut, ” dan sekali lagi kata itu harus terulang, aku menyerah dan memutuskan untuk diam, suasana kembali hening, tempat ini mulai menerima ku kembali, rasanya terlalu lama aku terdiam, di tempat yang sama dengan kegagalan yang sama, dan suasana yang sama, yang ada hanyalah cemoohan, dan aku benar-benar merindukan afirmasi itu, hanya satu yang aku tahu, bahwa hidup ini adalah kesempatan yang harus di ambil, jalan yang harus di lalui dan teka-teki yang harus di pecahkan, dan saat ini juga aku harus memecahkan nya, aku merasa ada api yang menggelora di jiwa ini, pandangan kosong itu telah ku hapus jauh, bahkan aku berjanji tidak akan mendatangi tempat ini lagi, tempat yang telah membuat ku nyaman tanpa ku sadari waktu terbuang sia-sia, tempat yang telah memaksa ku untuk berdiam diri, dan tempat yang dengan sengaja ku izinkan untuk mengabadikan mimpiku, aku harus kembali ke realita, “ Ninda, loe pasti bisa ” teriak ku penuh semangat, “ Ninda, loe pasti bisa ” suara itu terdengar bersahutan, menggema, dan baru kali ini ada yang medukung ku, tapi dari mana suara itu, “ semangat ninda, ” seru ku sekali lagi, dan aku putuskan untuk meninggalkan tempat ini, “ Semangat ninda, ” dukungan itu terdengar lagi, aneh.. yaa aku baru bisa menyimpulkan, bagaimana aku bisa lupa, itu tadi kan suara ku yang menggema, aku tahu ternyata hidup ini bukan lah cermin yang harus bertolak belakang dengan fakta, tapi hidup ini adalah gema yang akan memeberikan apa yang telah kita berikan untuk dunia, aku sadar, selama ini aku hanya merindukan dukungan mereka dan aku terlalu mendengar kata-kata mereka yang menjatuhkan mimpi-mimpi ku, dan itu semua berhasil menghancurkan keyakinan ku, membuat ku terpuruk dan akhirnya mereka menertawakan ku, yaa itu semua dulu, sebelum akhirnya afirmasi dan gema itu datang, aku mulai bisa menyimpulkan motivasi terbesar tidak datang dari mereka, tapi dari jiwa kita sendiri, dan bersikap lah tuli kita mereka mengatakan TIDAK sementara hati mu IYA, karena itu salah satu cara mereka menjatuhkan mimpi mu.   Indah Purnamasari, Leo Girl, gadis pemburu senja dan pengangum pagi buta. Kelahiran kota REOG 19 tahun yang lalu. Saat ini sedang menempuh S-1 program studi Pendidikan Biologi di IKIP PGRI Madiun. Menjadi novelis merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang ingin ia capai. Mau kenal sosok indah lebih jauh? Ini link nya fb: indah kallosky, WA: 085708998509, Blog: Indahkallosky.blogspot.com, E-mail: Indah010897@gmail.com, Pin BB: 7c8c9d31 salam hangat salam literasi!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Juara Lomba REKTOR CUP LKTIN Tingkat SMA/SMK/MA Sederajat Tahun 2017 KIM Cendekia

lomba poster